Buku pertama
Judul : Kawan Dalam Pertikaian Kaum
Kolonial Belanda dan Islam di Indonesia (1596-
1942)
Judul asli : Dutch Colonialism
and Islam in Indonesia: Conflict and Contact 1596-1950
Pengarang :
Karel Steenbrink
Penerjemah :
Suryan A. Jamrah
Penerbit
: Mizan
Tahun
: 1995
Jumlah
halaman : xxviii + 254
Buku pembanding
Judul : Politik Islam Hindia Belanda
Pengarang :
H. Aqib Suminto
Penerbit
: LP3ES
Tahun
: 1985
Jumlah
halaman : xvi + 260
A.
PENGANTAR
Dalam mengkaji politik kolonial Belanda dan Islam di
Indonesia, buku Kawan Dalam Pertikaian Kaum Kolonial Belanda dan Islam di
Indonesia (1596-1942) dapat menjadi salah satu referensi. Buku yang ditulis
oleh Karel Steenbrink ini merupakan upaya untuk memperkaya publikasi mengenai
studi politik Belanda dan Islam di Indonesia. Buku ini merupakan terjemahan
yang ditulis sebagai bagian dari proyek penelitian terhadap contoh-contoh
konkret dari pertemuan antara kaum umat Kristen dan para penganut agama-agama
non-Kristen. Dalam buku ini dipilih perspektif orang Belanda sebagai titik
tolak.
Dengan mengambil periode yang sama yaitu masa kolonial
Belanda Aqib Suminto menulis sebuah karya dengan tema yang serupa dalam bukunya
yang berjudul Politik Islam Hindia Belanda. Buku ini menyampaikan informasi
tentang kebijakan pemerintah Belanda terhadap umat Islam di Indonesia.
Karel Steenbrink maupun Aqib Suminto
tentunya memiliki gaya penulisan yang berbeda dalam karyanya masing-masing.
Untuk itu perlu kiranya untuk membandingkan kedua karya tersebut.
B.
PROFIL
PENULIS
1. Karel
Steenbrink lahir di Breda, Belanda 1942. Ia belajar di Universitas Katolik
Nijmegen dan menulis disertasi mengenai Pesantren,
Madrasah, sekolah: pendidikan Islam di Indonesia dalam Kurun Modern (LP3ES,
1986). Pada tahun 1981-1988, ia mengajar di IAIN Jakarta dan Yogyakarta dalam
rangka kerja sama Indonesia dan Belanda. Pada tahun 1992-1993 diundang sebagai
Visiting Professor di McGill Univesity, Canada. Kini ia bekerja di IIMO, Interuniversitair Instituut voor Missiologie
en Oecumenica, lembaga penelitian di Universitas Utrecht, Belanda, untuk
mengembangkan profil pemikiran ekumenis Kristen yang juga menyangkut hubungan
yang harmonis dengan agama lain, khususnya dengan umat Islam.
2. Aqib
Suminto lahir di Sedayu, Surabaya, pada 16 Agustus 1935. Dia pernah menjadi
dosen di Fakultas Ushuludin IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta (1973-1978). Ia
adalah anggota DPR, MUI dan LPTQ Nasional. Tamat dari Fakultas Ushuludin IAIN
Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 1968. Studi Purna Sarjana (1975), dan Post
Graduate Course of Islamic Studies di Leiden, Belanda (1979). Memperoleh gelar
Doktor dari IAIN Syarif Hidayatullah
Jakarta (1984) dengan disertasi Politik Islam Hindia Belanda: Het Kantoor voor
Inlandsche Zaken 1899-1942. Pernah menjadi guru PGA dan SMEA Negeri di
Pamekasan, Madura (1957-1959). Diantara karyanya yang telah diterbitkan adalah Taubat (Jakarta: Tintamas, 1970) dan Problematika Dakwah (Jakarta: Tintamas,
1973).
C.
PEMBAHASAN
1.
Kawan
Dalam Pertikaian Kaum Kolonial Belanda dan Islam di Indonesia (1596- 1942)
Dalam
buku Karel Steenbrink yang berjudul Kawan dalam Pertikaian Kaum Kolonial
Belanda dan Islam Di Indonesia (1596-1942) mengungkapkan pembentukan dan
perkembangan mispersepsi, prasangka, dan antipati Barat-Kristen terhadap Islam.
Karya Karel Steenbrink ini unik karena
merupakan satu-satunya kajian yang cukup komprehensif mengenai mispersepsi,
prasangka, dan antipati Belanda terhadap Islam di Indonesia dalam masa
kolonialisme.
Dalam
buku ini dijelaskan pula tentang para pedagang Belanda yang tidak mempunyai
dasar kuat untuk bernegoisasi dan seringkali lebih terbuka dan kurang
berprasangka dalam berpendapat dibanding para pengganti mereka. Ide-ide mereka
belum terbentuk pasti. Pola ini memberikan sejumlah sinyal-sinyal harapan,
namun efeknya masih sangat dangkal. Para pedangang sering mengungkapkan rasa
penghargaan terhadap perilaku muslim. Di lain pihak mereka mencela tentang isi
dari doktrin agama Islam.
Edisi
bahasa Indonesia ini menggunakan judul pokok Kawan dalam pertikaian, yang
mengisyaratkan bahwa hubungan kaum pribumi muslim dengan Belanda Kristen tidak
harus selalu diwarnai mispersepsi, prasangka, antipati dan konflik. Sayangnya
Steenbrink tidak mengulas banyak tentang sejauh mana dan sampai pada tingkat
apa “perkawanan” di antara kedua kelompok keagamaan ini terjadi sepanjang
sejarah, setidaknya pada masa kolonialisme Belanda yang menjadi periode pokok
buku ini.
Sumber
penulisan buku ini adalah dokumen-dokumen, beberapa laporan orang-orang Belanda
yang melakukan perjalanan ke Indonesia dan juga data dari kepustakaan yang ada.
Pendekatan
yang digunakan dalam karya Karel
Steenbrink ini adalah pendekatan sosial politik juga agama. Hal itu terlihat
dari pembahasannya yang pada intinya terdiri dari tiga tingkatan teologi,
ekonomis-politis, dan kultural.
Buku
tentang Kawan Dalam Pertikaian Kaum Kolonial Belanda dan Islam di Indonesia
(1596- 1942) ini terbagi menjadi delapan
bab yaitu:
Bab
I berisi tentang Titik tolak dan eksplorasi. Dalam hal ini titik tolaknya
diambil dari tokoh-tokoh Belanda seperti Frederick de Houtman yang datang ke
Indonesia untuk kepentingan eksplorasi geografis dan ekonomi, ia juga membawa
mispersepsi dan prasangka Barat-Kristen yang telah mapan terhadap Islam.
Bab
II berisi tentang Kaum Muslim sebagai orang sesat yang dihormati. Bahasan ini
lebih terpusat pada pertemuan pertama antara Belanda dan Muslim Indonesia
dengan istilah ‘pola’. Pola pertama ditemukan campuran antara perhatian,
keingintahuan, dan kekaguman selektif namun sejak awal terlihat pengambilan
jarak yang signifikan dan tegas. Pola kedua menyangkut prasangka-prasangka yang
berurat akar di dalam dogma, berkenaan dengan Kaum Muslim Sebagai Orang Sesat yang Tidak Disenangi. Pola ketiga
yaitu sikap dan respon. Sedangkan pola keempat muncul ketika kekusaan Belanda
sudah sangat mapan sehingga rasa khawatir tidak lagi diperlukan.
Bab
III berisi tentang Muslimin sebagai orang sesat yang tidak disenangi. Orang
Belanda sebelum datang ke Indonesia sudah mempunyai pendapat tentang Islam
yaitu seperti tidak beriman, takhayul atau klenik. Pendapat tersebut
diungkapkan dari para teolog Belanda terhadap prasangka-prasangkanya yang jelek
terhadap muslim.
Bab
IV berisi tentang Permusuhan Alamiah para direktur VOC dengan pemerintah.
Pembahasannya tentang pandangan dari Benteng, satu konstanta dalam diplomasi,
muslimin di dalam Benteng Belanda yang menjadi kelompok yang tidak dapat
ditoleransi, sir Thomas Stanford Raffles dan reevaluasi berat sebelah mengenai
kebudayaan Timur, serta membahas para pejabat Belanda yang pro dan kontra pada
Kaum Padri.
Bab
V berisi tetang tutor bagi para penganut agama terbelakang yaitu Holle,
Hurgronje, dan Hazen. Dalam sub babnya dijelaskan Holle terpusat pada tutor
tentang pendidikan sebagai sarana menetralisasi Islam, pemerintahan kolonial
dan subsidinya untuk pendidikan Islam serta bahasan mengenai Snouck Hurgronje
dan emansipasi muslimin dan terakhir membahas Hazeu yang menjadi satu-satuya
tokoh Etis Sejati.
Bab
VI berisi tentang Abad Misi (1850-1940) yang secara ringkas membahas tentang
sepuluh potret misionaris dalam pertemuannya dengan Muslim Hindia Belanda.
Bab
VII mengulas tentang reaksi Indonesia atas kedatangan orang Kristen. Kemudian
dalam sub babnya berisi tentang kedatangan Islam di Hindia Belanda dalam
tradisi sastra Melayu dan Jawa, orang Kristen dalam teks Melayu dan Jawa
sebelum abad ke-20, dan yang terakhir membahas tentang peningkatan pendidikan
di bawah penyesuaian dan pengasingan diri pada abad ke-20.
Bab
VIII mengulas tentang Pelajaran dari masa silam yang mengarahkan pada masa kini
dan berbagai perspektif untuk masa depan. Di dalam bab ini diuraikan beberapa
pola yang mungkin berguna berkenaan dengan perkembangan di Eropa sejak tahun
enam puluhan, ketika sangat banyak kaum muslim berimigrasi ke Eropa dan
membentuk kelompok minoritas Islam.
2.
Politik
Islam Hindia Belanda
Dalam buku ini membahas mengenai
politik yang diciptakan oleh Belanda untuk umat Islam yang meliputi kawasan
seluruh Indonesia. Buku ini lebih mengutamakan pembahasan masalah Indonesia
dari pada masalah spesifikasi suatu daerah, sebab buku ini bertujuan meneliti
masalah politik Islam pemerintah Hindia Belanda yang digariskan oleh Snouck Hurgronje
dan meneliti sejarah mana Kantoor voor
Inlandsche Zaken bisa berperan dalam hal ini. Politik Islam Hindia Belanda merupakan
disertasi dari Aqib Suminto. Disertai ini merupakan hasil penelitian selama
lima belas setengah bulan di negeri Belanda.
Yang
menarik dalam buku ini adalah analisa tajam yang diberikan atas ide netralitas
di bidang agama. Ternyata pemerintah kolonial memang tidak mau bersikap netral
di bidang agama. Campur tangan Belanda terhadap agama Islam ternyata bukan
sekedar mencontoh pemerintah pribumi sebelumnya, tapi justru untuk mengadakan kontrol,
pengawasan dan memberikan arah tersendiri kepada umat Islam. Sistem kolonial
disini tidak hanya dibicarakan secara keseluruhan, tetapi justru perbedaan
interen digambarkan dengan teliti. Khususnya pelukisan Snouck Hurgronje dan
Hazeu dengan ide-idenya, diberikan kritik dan sebab mengapa usaha mereka
terpaksa gagal di tengah kebijaksanaan pemerintah kolonial.
Sumber
penulisan buku ini adalah data dari kepustakaan maupun lapangan dengan cara
mewawancarai orang-orang yang terlibat di dalamnya. Selain itu juga menggunakan
sumber surat resmi para pejabat.
Dalam
buku Politik Islam Hindia Belanda ini dilakukan pembahasan dengan menggunakan
pendekatan politik Islam dan analisa perbandingan terhadap aneka data yang ada
baik melalui kepustakaan maupun lapangan. Penggalian data tersebut dilakukan
melalui empat jalur. Pertama, orang-orang yang terlibat langsung dengan kantor
tersebut, terutama orang Belanda. Sebagian besar data dari jalur ini berbentuk
data kepustakaan, sedangkan data lapangannya hanya diperoleh dari Prof. Dr.
G.F. Pijper, yang pernah menjabat sebagai Adviseur
voor Inlandsche zaken. Kedua, orang-orang Belanda di luar kantor tersebut.
Data kepustakaan jalur ini cukup melimpah sedangkan data lapangan diperoleh
melalui wawancara. Ketiga, para sarjana bukan Belanda yang mempunyai perhatian
terhadap kebijaksanaan Islam di Hindia Belanda. Keempat, orang-orang Indonesia.
Dalam hal ini sumber utama lebih diutamakan, sedangkan sumber kedua, ketiga,
dan keempat digunakan sebagai penguat analisa. Sumber resmi semacam Regeerings Almanak voor Ned.Indie, Staadsblad van Ned. Indie, maupun Koninklijk Besluit tetap merupakan
tempat kembali. Begitu juga surat resmi para pejabat tidak bisa diabaikan.
Buku
tentang politik Hindia Belanda ini terbagi menjadi empat bab yaitu:
Bab I berisi pendahuluan yang di
dalam termuat latar belakang masalah, batasan dan rumusan masalah dan
pendekatan masalah. Penelitian terhadap masalah kebijaksanaan politik
pemerintah Hindia Belanda tentang Islam tidaklah terlepas dengan situasi atau
kondisi pada saat itu. Pemerintah Hindia Belanda dan umat Islam Indonesia,
masing-masing mempunyai kepentingan yang berbeda. Di satu pihak Belanda
berusaha memperkuat dan mempertahankan kekuasaannya, sementara di lain pihak
umat Islam Indonesia ingin melepaskan diri dari cengkeraman kekuasaan Belanda.
Pada
bab II membahas mengenai politik Islam pemerintah Hindia Belanda yang terbagi
dalam sub bab yaitu teori dan praktek sikap netral Belanda terhadap agama Islam
dan Kristen. Pada bab ini menggunakan kerangka sebagaimana pola politik Islam
Snouck Hurgronje, yakni dengan melihatnya dari aspek agama, sosial budaya dan
politik.
Pembahasan
pada bab III yaitu mengenai Kantoor voor Inlandsche zaken yang
meliputi status dan tokoh-tokoh kantor tersebut serta peranan yang dimainkannya,
dengan menampilkan lima studi kasus, yaitu: pengelolaan kas masjid, pembangunan
masjid baru, pemburuan guru agama, persaingan Islam Kristen di Tanah Batak,
serta peristiwa Sekayu dan Kubang.
Adapun
bab terakhir, lebih bersifat evaluasi terhadap politik Islam Hindia Belanda dan
Kantoor voor Inlandsche zaken.
Untuk
lebih memudahkan dalam memahami kajian yang terdapat dalam buku ini, Suminto
juga menyertakan lampiran dan daftar istilah.
D.
KESIMPULAN
Dalam
buku Kawan Dalam Pertikaian Kaum Kolonial Belanda dan Islam di Indonesia
(1596-1942) ini, memaparkan tentang sumber-sumber yang telah diteliti, baik
dari laporan orang-orang Belanda ketika berinteraksi dengan Islam maupun
dokumen-dokumen resmi. Yang mana laporan-laporan yang ada seakan-akan
menjelek-jelekkan Islam, bahwa Islam itu kejam, tidak berperikemanusiaan dll.
Tetapi sebelumnya penulis membuat pernyataan bahwa apa yang dilaporkan
orang-orang Belanda atas perlakukan yang diperolehnya dari umat Islam belum
tentu sesuai kenyataan yang ada. Bisa jadi laporan-laporan tersebut telah
dibumbui orang-orang Belanda untuk menjatuhkan Islam.
Buku
pertama menjelaskan awal mula kedatangan Belanda, kemudian perkenalan, lalu
berinteraksi, kemudian orang-orang Belanda disuruh masuk Islam, tetapi orang
Belanda tidak mau karena mempunyai kenyakinan bahwa Tuhan yang dianutnya adalah
benar. Maka terjadilah konflik hingga dalam buku yang pertama dijelaskan
mengenai penyiksaan yang dilakukan oleh umat Islam terhadap orang Belanda.
Berawal dari itu Belanda ingin membalasnya dan kemudian Belanda menciptakan kebijakan-kebijakan
untuk umat Islam Indonesia agar kedudukannya lama. Kebijakan-kebijakan tersebut
dibahas dalam buku yang kedua yaitu Politik Islam Hindia Belanda. Buku Politik
Islam Hindia Belanda ini bisa dikatakan kelanjutan dari buku pertama. Dari awal
kedatangannya hingga membuat kebijakan agar Belanda bertahan lama di
Indonesia.
Buku
pertama memilih perspektif Belanda sebagai titik tolak dalam penulisannya,
sedangkan buku kedua lebih bersifat netralitas di bidang agama dengan analisa
yang tajam.
Adapun persamaan dari kedua buku ini
adalah sama-sama membahas tentang politik
masa kolonial Belanda di Indonesia. Perbedaan dari kedua buku tersebut
adalah terletak pada kajiannya. Pada buku politik Islam Hindia Belanda lebih
menitikberatkan pada Kantoor voor Inlandsche
zaken sebagai pelaksana politik Islam tersebut. Sedangkan dalam buku Kawan
Dalam Pertikaian Kaum Kolonial Belanda dan Islam di Indonesia (1596-1942)
mengkaji hubungan antar agama (persepsi Belanda tentang Islam dan kaum muslim
di Indonesia).
1 comments - Skip ke Kotak Komentar
menarik,, ijin baca
Post a Comment