Semua Hall-Hall Seru

WELCOME

DINASTI PAHLEVI DAN WESTERNISASI KULTURAL

Pada akhir abad ke-18 nampaknya ada tanda-tanda  kebangkitan kebudayaan di Mesir secara spontanitas. Kebangkitan ini merupakan gerakan internal yang muncul dari dalam negeri Mesir sendiri yang jauh dari pengaruh luar baik dari Timur maupun dari Barat yang dimulai oleh sekelompok penulis-penulis Mesir, seperti al-Jabarti, Muhammad asy-Syabrawi, Hasan al-‘Aththar, dan Ismail al-Khasysyab. Dalam bidang sejarah, ‘Abd al-Rahman al-Jabarti dapat dikatakan sebagai pelopor dan perintis kebangkitan kembali Arab-Islam di Mesir pada abad ke-19.[1]

Kebangkitan ini terutama ditekankan dalam bentuk kebangkitan nasional Mesir yang menginginkan kembali kepada kejayaan hidup yang pernah dicapai pada masa-masa dulu. Namun kebangkitan ini terganggu dengan datangnya ekspedisi Perancis yang dipimpin oleh Napoleon Bonaparte.[2] Ekspedisi tersebut berlangsung dari tahun 1798 hingga tahun 1802 M.
Perkembangan historiografi di Mesir abad ke-19 terjadi setelah adanya kegiatan yang dipelopori oleh al-Jabarti yang kemudian disusul oleh ahli-ahli sejarah lainnya. Gerakan penulisan sejarah tersebut di susul oleh Isma’il al-Kasysyaf dan al-Aththar yang kemudian mulai mendapat pengikut di al-Azhar juga terhenti sebagaimana pada masa pendudukan Napoleon tersebut.
Di awal paroan kedua abad ke- 19, muncul dua kelompok yang menjadi pelopor kedua setelah al-Jabarti dalam kebangkitan penulisan sejarah. Yang pertama adalah kelompok Rifaah al-Thahthawi yang memiliki latar belakang pendidikan Islam di al-Azhar, kemudian menambah pengetahuan di lembaga pendidikan di Perancis dan sebagai penuntut ilmu di lembaga-lembaga bahasa yang didirikan Perancis. Sedangkan kelompok kedua adalah kelompok ‘Ali Mubarak yang mempunyai latar belakang pendidikan yang berbeda dengan kelompok pertama. Mereka yang disebut terakhir ini mempunyai latar belakang pendidikan dalam bidang ilmu pengetahuan (azenar): teknik, astronomi, dan arkeologi. Kedua kelompok ini di dalam penulisan sejarah dipengaruhi oleh literatur dan pengetahuan kebudayaan Perancis. Mereka sama-sama menggunakan referensi buku-buku sejarah yang ditulis pada masa klasik dan pertengahan Islam, di samping juga menggunakan referensi-referensi Barat modern. Dalam menulis mereka juga sama-sama memusatkan perhatian kepada sejarah tanah air mereka sendiri. Tulisan-tulisan mereka itu semakin disempurnakan setelah diperolehnya bahan-bahan dari penelitian arkeologi dan sejarah.
Gerakan kebangkitan yang dipelopori al-Jabarti di atas terputus beberapa tahun ketika terjadi pendudukan Napoleon.  Selain itu, terputusnya gerakan kebangkitan itu juga disebabkan adanya gerakan penerjemahan pada masa pemerintahan Muhammad Ali Pasya.[3] Muhammad Ali Pasya juga memulai pembangunan Mesir dengan meniru Barat. Sekolah-sekolah baru dibuka dan para mahasiswa dikirim ke Eropa.
A.    Faktor Yang Mempengaruhi Historiografi Islam di Mesir Abad Ke-19
Beberapa faktor yang mempengaruhi kebangkitan penulisan sejarah di Mesir pada abad ke- 19 itu:[4]
1.      Pengaruh utama dalam hal ini adalah gerakan pembaharuan menjelang akhir kekuasaan Isma’il Pasya pada pertengah abad ke- 19.
2.      Semenjak awal abad ke-19, ahli-ahli Eropa melakukan penelitian arkeologi di Mesir untuk mempergunakan bahan-bahan hasil penelitian arkeologi itu dalam penulisan sejarah pada paroan kedua abad ke- 19.
3.      Keberhasilan Rifa’ah al-Thahthawi menempatkan sejarah sebagai ilmu yang berdiri sendiri yang mengakibatkan diajarkannya ilmu sejarah di sekolah-sekolah sampai tingkat menengah. Lulusannya kemudian dikirim ke Eropa untuk melanjutkan studinya dalam ilmu sejarah. Inilah yang memasukkan metode-metode ilmiah baru dalam ilmu sejarah di Mesir dalam arti yang sebenarnya.222
4.      Ikut mempengaruhi perkembangan ilmu sejarah di Mesir abad ke- 19 adalah adanya percetakan. Yang pertama pada tahun 1798 M. Percetakan ini dibawa pulang ke Perancis ketika pendudukan mereka berakhir. Pada masa Muhammad ‘Ali Pasya, tepatya pada tahun 1822 M didirikan satu unit percetakan Bulaq. Setelah itu mulai bermunculan beberapa percetakan di Mesir. Di sini, di samping buku-buku teksbook, dicetak pula buku-buku sejarah, baik terjemahan maupun yang ditulis oleh orang Mesir sendiri.
5.      Munculnya penerbitan harian dan berkala juga besar pengaruhnya dalam perkembangan penulisan sejarah di Mesir abad ke- 19. Artikel-artikel sejarah banyak ditulis dalam penerbitan media massa itu.
6.      Rifa’ah dan Ali Mubarak melakukan editing naskah-naskah kuno untuk kemudian diterbitkan. Usaha ini sangat membantu rakyat Mesir untuk memperoleh pengetahuan warisan sejarah mereka di masa silam.
B.    Ciri, Metode dan Gaya Para Ahli Sejarah Mesir Abad Ke-19
Di antara ciri-ciri yang umumnya ada dalam berbagai ragam sejarah yang disajikan oleh ahli-ahli sejarah Mesir pada abad ke-19, yaitu:[5]
1.      Langkah pertama yang dilakukan ahli-ahli sejarah di Mesir yaitu menulis sejarah dunia sebagai salah satu subjek sejarah.
2.      Sejumlah ahli sejarah juga mempunyai minat menulis kitab-kitab tentang sejarah beberapa negara tetangga yang ada hubungannya dengan Mesir, misalnya Ismail Sarhank Pasha yang menulis kitab berjudul “Haqqiq al-Akhbar ‘an duwali al-Bihar mengenai sejarah kekuasaan di laut, termasuk di antaranya Mesir sendiri.
3.      Bentuk lain penulisan sejarah yang muncul di Mesir untuk pertama kalinya adalah memoar pribadi, yang merupakan kenyataan bahwa orang-orang Mesir mempunyai pengalaman kehidupan politik bentuk modern.
4.      Para ahli sejarah Mesir menulis tema-tema lain yang sudah diketahui juga sebelumnya. Seperti menulis tentang Mesir dari zaman permulaan, atau dari masa penaklukan Arab sampai kepada masa mereka sendiri.
5.      Bidang ilmu lain yang diuraikan oleh para ahli sejarah Mesir ialah sejarah topografi dan sejarah kota.
6.      Topik lain yang disajikan oleh para ahli sejarah Mesir yaitu sejarah Mesir abad ke-19
7.      Penulisan biografi juga merupakan tugas yang dilakukan para ahli sejarah Mesir abad ke-19
8.      Penulis-penulis sejarah menulis sejarah dalam bentuk novel sejarah yang dilakukan pada akhir abad ke-19 M.
9.      Ciri terakhir yang merupakan karakteristik gerakan penulisan sejarah di Mesir abad ke-19 ialah banyaknya penulis-penulis Mesir menulis kitab-kitab dan artikel-artikel mereka di dalam bahasa Eropa, khususnya bahasa Perancis.
Dalam metode penulisan para ahli sejarah Mesir pada abad ke-19 dipengaruhi oleh metode ilmu pengetahuan baru dengan mengikuti buku-buku sejarah Eropa yang mereka baca, pelajari dan terjemahkan. Para ahli sejarah pada abad ke-19 M juga mencoba untuk mengeritik, menganalisa, membandingkan, dan memberikan pandangan mereka tentang apa yang mereka tulis.
Salah satu ciri penting dalam mempergunakan metode ilmu pengetahuan ini ialah penggunaan ilmu-ilmu bantu sebagai dasar untuk memberikan interpretasi dan pengertian sejarah.
Perubahan penulisan sejarah pada abad itu tidak hanya pada metode, namun juga pada gaya penulisan sejarahnya. Menjelang akhir abad ke-19 M para ahli sejarah dan para penulis pada umumnya meninggalkan gaya kuno dan mengarah pada gaya sederhana yang bebas dari kesulitan yang dapat merusah penulisan pada masa akhir periode Usmani. Para ahli sejarah pada abad ke-19 M juga menulis semua bidang sejarah.

C.   Gerakan Historiografi Abad Ke-19
Gejala pertama pada abad ke-19 yaitu muncul pada masa pemerintahan Muhammad Ali Pasha dengan cara menerjemahkan sejumlah buku-buku sejarah ke dalam bahasa Turki. Sesudah itu sejumlah buku diterjemahkan ke dalam bahasa Arab, yang berkenaan dengan ilmu pengetahuan, kedokteran, dan ilmu kemiliteran. Namun buku-buku yang meninggalkan kesan mendalam terhadap gerakan kebudayaan waktu itu ialah buku-buku yang berkenaan dengan humaniora seperti sejarah, geografi, filsafat dan logika yang diterjemahkan oleh Rifa’ah dan murid-muridnya.
Walaupun demikian, Muhammad Abduh mencoba untuk mengurangi kegunaan penerjemahan ini dengan menyatakan bahwa pengaruhnya terbatas di sekolah-sekolah di mana buku-buku itu diajarkan. Di sini jelas bahwa Muhammad Abduh memberikan tanggapannya, pertama mengenai cita-cita yang berlebihan pada waktu itu, kedua kecaman yang keras terhadapnya.
Karya-karya biografi yang ditulis pada abad ke-19 M mempunyai pengaruh besar terhadap masyarakat Mesir. Para ahli sejarah modern mengikuti metode yang berbeda. Tiap-tiap penulis harus menyeleksi para pahlawan dan tokoh-tokoh terkemuka kemudian menulis biografinya dengan menyajikan kehebatannya.
Akan tetapi, kecuali al-Jabarti yang mencurahkan seluruh usahanya untuk menulis sejarah dan Rifa’ah yang mempunyai kemampuan dalam penulisan sejarah, para penulis sejarah yang lain pada abad ini adalah “amatir” dengan latar belakang pendidikan yang bermacam-macam, seperti hukum, teknik, kesusastraan, agama, dan militer. Baru pada abad ke-20, beberapa mahasiswa tingkat graduate dikirim ke Eropa untuk mengambil spesialisasi dalam bidang sejarah. Setelah itulah banyak muncul ahli-ahli sejarah profesional.[6]


PENUTUP
KESIMPULAN
Penulisan sejarah atau historiografi khususnya dalam dunia Islam telah melewati berbagai masa. Pada akhir abad ke-18 nampaknya ada tanda-tanda  kebangkitan kebudayaan di Mesir secara spontanitas.
Perkembangan historiografi di Mesir abad ke-19 terjadi setelah adanya kegiatan yang dipelopori oleh al-Jabarti yang kemudian disusul oleh ahli-ahli sejarah lainnya. Gerakan penulisan sejarah tersebut di susul oleh Isma’il al-Kasysyaf dan al-Aththar yang kemudian mulai mendapat pengikut di al-Azhar juga terhenti sebagaimana pada masa pendudukan Napoleon tersebut.
Di awal paroan kedua abad ke- 19, muncul dua kelompok yang menjadi pelopor kedua setelah al-Jabarti dalam kebangkitan penulisan sejarah. Yang pertama adalah kelompok Rifaah al-Thahthawi yang memiliki latar belakang pendidikan Islam di al-Azhar, sedangkan kelompok kedua adalah kelompok ‘Ali Mubarak yang mempunyai latar belakang pendidikan yang berbeda dengan kelompok pertama.
DAFTAR PUSTAKA
Yatim, H. Badri. 1997. Historiografi Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
Umar, H.A. Muin. 1988. Historiografi Islam. Jakarta: Rajawali.




[1] Badri Yatim. Historiografi Islam (Jakarta:Logos Wacana Ilmu, 1997), hlm. 217.
[2] H.A. Muin Umar. Historiografi Islam (Jakarta: Rajawali, 1988), hlm. 160.
[3] Ibid., hlm. 162.
[4] Badri Yatim. Historiografi... , hlm. 222
[5] H.A. Muin Umar. Historiografi..., hlm. 169-175.
[6] Badri Yatim. Historiografi... , hlm. 224.




0 comments:

Post a Comment

DINASTI PAHLEVI DAN WESTERNISASI KULTURAL