Islam memandang ekonomi sebagai suatu segi yang tidak boleh dipisahkan dari segi-segi yang lain dalam kehidupan pribadi dan segi lainnya dalam kehidupan masyarakat. Di samping itu makhluk ekonomi, adalah manusia juga makhluk yang terikat oleh kekerabatan, makhluk sosial, makhluk agama, makhluk rohaniah, dan lain-lain.[1]haul dalam islam
Setiap masyarakat memiliki identitas dan nilai-nilai yang dianut sebagai pemandu tingkah laku sosialnya, masyarakat merupakan produk dari manusia dan manusia hanya dapat bersosialisasi dan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya dalam bermasyarakat.[2] Tindakan manusia dan perilaku sosial lainnya selalu didasarkan pada suatu keyakinan mengenai pentingnya suatu perbuatan yang dilakukan. Keyakinan disini berupa agama yang memberikan motivator dan dorongan batin/motif, akhlak dan moral manusia yang mendasari dan melandasi cita-cita dan perbuatan manusia dalam seluruh aspek hidup dan kehidupan, termasuk segala usaha dalam pembangunan,[3]seperti halnya kegiatan haul dalam keagamaan yang memiliki arti keyakinan membawa kehidupan dunia dan akhirat akan lebih baik.
Haul berasal dari bahasa arab : berarti telah lewat atau berarti tahun. masyarakat Jawa menyebutnya (khol/selametane wong mati) yaitu : suatu upacara ritual keagamaan untuk memperingati meninggalnya seorang yang ditokohkan dari para Wali, Ulama’, Kyai atau salah satu dari anggota keluarga.[4] Haul diadakan setiap setahun sekali dan sesuai dengan tanggal kematian tokoh, kecuali bagi para tokoh yang ditentukan peringatanya dengan kesepakatan keluarga.
Haul telah menjadi tradisi baru yang menjanjikan di kalangan umat Islam. Haul merupakan pola penghubung bagi generasi penerus dengan generasi pendiri sebuah orde keagamaan dan menghadirkan nuansa kharisma. Semakin besar kharisma kyai atau wali semakin besar haul tersebut.[5] Tidak diketahui secara pasti kapan dan bagaimana ide dan gagasan penyelengaraan haul tersebut bermula, tetapi secara antropologis dan sosiologis memperoleh pembenaran dengan semakin banyaknya orang yang merasa membutuhkan penyelesaian masalah-masalah didalam kehidupanya seperti persoalan ekonomi, religiositas, kejiwaan dan bahkan politik. Ketika haul diselenggarakan, tak terhitung jumlah orang yang datang untuk membaca tahlil, berdoa dan mengadukan segala persoalan kehidupan yang dirasakan menghimpit. Jadilah suasana haul sebagai lautan doa yang ujung-ujungnya adalah memperoleh barakah dalam konsepsi mereka masing-masing.[6]
Bagaimanakah sebenarnya hukum haul dalam pandangan Islam..? Sebagai seorang muslim sejati yang selalu mengutamakan kebenaran, semua permasalahan harus dikembalikan kepada al-Qur’an dan as-Sunnah, dengan tidak mengedepankan hawa nafsu dan taqlid (ikut-ikutan) semata. Sikap seperti inilah yang sepatutnya dimiliki oleh setiap muslim yang benar-benar beriman kepada AllohSubhanahu wa Ta’ala dan Rosul-Nya agar tidak tergelincir dalam kesesatan.
Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
“Jika kalian berselisih pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Alloh (al-Qur’an) dan ar-Rosul (as-Sunnah), jika kalian benar-benar beriman kepada Alloh dan Rasul-Nya. Yang demikian itu lebih utama bagi kalian dan lebih baik akibatnya.”(QS.An– Nisaa’ [4] : 59)
Dengan mengharapkan taufiq dan hidayah Alloh Subhanahu wa Ta’ala, insyaAlloh akan kita kupas tuntas hukum haul berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah.
[1] Sidi Gazalba, Asas Kebudayaan Islam : Pembahasan Ilmu dan Filsafat Tentang Ijtihad, Fiqih, Akhlaq, Bidang-bidang Kebudayaan, Masyarakat, Negara. Jakarta: Bulan bintang, 1978), hlm. 218.
[2]Syarifuddin Jurdi, Sosiologi Islam : Elaborasi Pemikiran Sosial Ibn Khaldun (Yogyakarta: Bidang Akademik, 2008), hlm.185.
[3] Zulfi Mubaraq, sosiologi agama (malang: UIN-MALIKI PRESS, 2010), hlm. 53.
[5] Nur Syam, Islam Pesisir (Yogyakarta: LkiS Pelangi Aksara, 2005), hlm. 184.
[7] Taufih H. Idris, Mengenal Kebudayaan Islam, (Surabaya: Bina Ilmu, 1983), hlm. 75.
[8] Damsar, Pengantar Sosiologi Ekonomi, (Jakarta: Prenada Media Group, 2009), hlm 11.
[9] Terj. Giomar Alonso Cano, Kebudayaan, Perdagangan dan Globalisasi 25 Tanya Jawab, (Yogyakarta: Kanisisus, 2005), hlm. 11. Persoalan dampak dari pasar budaya global.
[10]Pelaku yang dimaksud adalah setiap orang yang datang pada saat haul Sayyid Hamzah Sayyidho baik berziarah atau pengunjung yang menikmati keramaian.
[11]Suatu tempat yang tidak lain adalah karung, dimana orang sidore menyebutnya “blangse”.
[12] Wawancara dengan Bapak Zubaedi, salah satu tokoh dan ketua RT/03 RW/04 Sedan, hari kamis tanggal 25 april 2013.
0 comments:
Post a Comment